Assalam'alaikum, Alhamdulillah sudah tidak terasa saat ini saya sudah memasuki semesster II. Tidak terasa pula sudah menuntut ilmu di STKS Bandung dari bulan Agustus hingga saat ini bulan Maret, berarti hampir 7 bulan. Tapi belum seberapa, perjalanan di depan sana masih sangat panjang, ye harus semangat!!!! Semoga di semester ini lebih baik dalam segalanya daripada semester kemarin, Aamiin.
Karena sudah memasuki semeter II mata kuliah nya bener-bener baru semua, dan sudah mengarah pada praktik pekerjaan sosial, meskipun hanya pengantar atau pengenalan saja, istilahnya intip-intip atau nyicip-nyicip :) Dengan begitu, maka harus benar-benar pasang sabuk pengaman :D biar bener-bener mantap untuk jadi pekerja sosial profesional nantinya, Amin...
Dan udah nggak kerasa, saat ini penulis sedang tes Ujian Tengah Semester nii.. doakan lancar yaa :) :D
Motto kali ini : "Biarlah Allah satu-satunya penolong dalam hidup ini. Jangan pernah takut untuk mencoba dan jangan pernah takut untuk gagal, karena semua itu adalah awal dari keberhasilanmu "
Wassalam...
Mahasiswi Program D-IV Pekerja Sosial Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial STKS Bandung Kementerian Sosial Republik Indonesia
Senin, 23 Maret 2015
Senin, 16 Februari 2015
Bahasa Indonesia _Karya Ilmiah_
KARYA ILMIAH
Karya Ilmiah adalah hasil pemikiran pada disiplin ilmu tertentu yang
tersusun secara sistematis atau teratur, ilmiah, logis, benar, dan bertanggung
jawab, dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Ciri - Ciri Karya Ilmiah :
1. Faktual Obyektif
· Nyata dan apa adanya
· Karangan harus merupakan hasil pembahasan penelitian dan fakta harus sesuai dengan yang diteliti disertai dengan pembuktian
2. Metodis dan Sistematis
Dalam pembahasan karya ilmiah digunakan metode yang dengan langkah sistematis dan terkontrol melalui proses mengidentifikasikan masalah dan menentukan strategi
3. Berklaras Ilmiah
· Denotif, atrinya makna yang sebenarnya
Jenis - Jenis Karya Ilmiah :
1. Dilihat
dari capaian akademis :
a. Makalah
Tugas yang
disampaikan oleh dosen kepada mahasiswa
b. Tugas
Akhir atau Skripsi
Untuk mahasiswa
jenjang D3, D-IV, S1
Pendapat penulis
masih berdasarkan teori atau pendapat orang lain atau pengutipan
c. Thesis
Pembuktian hipotesis
pada jenjang S2
Kebenaran dalam
Thesis bersifat sementara dan masih dibutuhkan penelitian
d. Disertasi
Membuat teori atau
hukum yang bersifat baru atau original
2. Forum
yang digunakan :
a. Jurnal
Ilmiah atau Artikel
Dimuat dimajalah
ilmiah
b. Kertas
Kerja
Makalah yang
disajikan dalam forum ilmiah seperti lokakarya dan seminar
c. Buku
Teks
Kumpulan dalil,
kaidah, yang dijadikan acuan mata kuliah
d. Laporan
Penelitian
Hasil penulisan, penelitian hasil
proses yang ditugaskan lembaga
Bahasa Indonesia _Kalimat Efektif_
Kalimat Efektif
Kalimat Efektif adalah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan kepada pendengar ke penulis.
Ciri - Ciri Kalimat Efektif :
1.
Ada unsur kesepadanan atau seimbang.
a). Kesepadanan bentuk
b). Kesepadanan Isi
Untuk mencapai
kesepadanan, maka dalam kalimat minimal mengandung Subjek dan Predikat



2.
Tidak ber Subjek ganda
Misalkan : Peringatan
hari Sumpah Pemuda beberapa warga masyarakat menampilkan beberapa kegiatan.
Analisis :
Menambah kata “dalam”
sebelum kalimat peringatan hari sumpah pemuda untuk merubah kedudukannya dari
Subjek menjadi Keterangan
Peringatan Hari Sumpah
Pemuda => S
“Dalam” Peringatan
Hari Sumpah Pemuda => K
Sehingga kalimat berpola
K-S-P
3.
Predikat tidak didahului oleh kata "yang”
Harimau yang
membunuh domba itu


Untuk merubahnya menjadi
kalimat efektif, maka kata “yang” harus dhilangkan sehingga menjadi :
Harimau membunuh domba
itu
Sistem Pemerintahan Indonesia _Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah_
Semester 1
HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DENGAN PEMERINTAH DAERAH
A. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam UU No 22 tahun 1999
Dalam bidang lingkungan hidup
kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah sangat menentukan akan tetapi dengan
adanya UU No 22 tentang Otonomi daerah maka kewenangan pengelolaan lingkungan
hidup menjadi terbagi dua hal ini dapat dicermati dalam pasal 7 UU NO 22 tahun
1999, yaitu:
(1) Kewenangan daerah mencakup
kewenangan dalam seluruh bidang pemerintah, kecuali kewenangan dalam bidang politik
luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama,
serta kewenangan bidang lain.
(2) Kewenangan bidang lain, sebagaimana
dimaksud pada ayat(1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional
dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan
keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan
dan pemberdayaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,
konservasi, dan standarisasi nasional.
Dalam UU nomor 22 tahun 1999
memperlihatkan kewenangan pemetrintah pusat yang ingin dibagi kepada daerah
akan tetapi jika dilihat dari pasal 7 ayat 2 sangat terlihat pembatasan
kewenangan pemerintahan daerah, sebenarnya pasal 7 ayat 2 harus diperjelas lagi
apa yang dimaksud dengan kewenangan bidang lain yang diatur oleh UU No 22 tahun
1999. Kalau dilihat dari ayat 2 maka akan terlihat kewenangan pemerintah pusat
yang masih besar.
B.
Penjelasan Kewenangan dalam Sistem Pemerintahan setelah UU No 22 tahun 1999
Untuk mengantisipasi berlakunya
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tim kerja Menko Wasbangpan dan Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup/Bapedal telah mencoba merumuskan
interpretasi kewenangan pengelolaan lingkungan hidup menurut Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999.
Secara umum, kewenangan pengelolaan
lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi :
·
Kewenangan
Pusat
·
Kewenangan
Propinsi
·
Kewenangan
Kabupaten/Kota.
Kewenangan Pusat terdiri dari
kebijakan tentang :
·
Perencanaan
nasional dan pengendalian pembangunan secara makro;
·
Dana
perimbangan keuangan seperti menetapkan dan alokasi khusus untuk mengelola
lingkungan hidup
·
Sistem
administrasi negara seperti menetapkan sistem informasi dan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup;
·
Lembaga
perekonomian negara seperti menetapkan kebijakan usaha dibidang lingkungan
hidup;
·
Pembinaan
dan pemberdayaan sumber daya manusia;
·
Teknologi tinggi strategi
seperti menetapkan kebijakan dalam pemanfaatan teknologi strategi tinggi yang
menimbulkan dampak;
·
Konservasi
seperti menetapkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup kawasan konservasi
antar propinsi dan antar negara;
·
Standarisasi
nasional;
·
Pelaksanaan
kewenangan tertentu seperti pengelolaan lingkungan dalam pemanfaatan sumber
daya alam lintas batas propinsi dan negara, rekomendasi laboratorium
lingkungan dsb.
Kewenangan Propinsi terdiri dari :
·
Kewenangan
dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas
·
Kabupaten/Kota;
·
Kewenangan
dalam bidang tertentu, seperti perencanaan pengendalian pembangunan regional
secara makro, penentuan baku mutu lingkungan propinsi, yang harus sama atau
lebih ketat dari baku mutu lingkungan nasional, menetapkan pedoman teknis untuk
menjamin keseimbangan lingkungan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang
propinsi dan sebagainya.
·
Kewenangan
dekonsentrasi seperti pembinaan AMDAL untuk usaha atau dan kegiatan di luar
kewenangan pusat.
Kewenangan Kabupaten/Kota terdiri
dari :
·
Perencanaan
pengelolaan lingkungan hidup;
·
Pengendalian
pengelolaan lingkungan hidup;
·
Pemantauan
dan evaluasi kualitas lingkungan;
§
Konservasi
seperti pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung dan konservasi, rehabilitasi
lahan dsb.
·
Penegakan
hukum lingkungan hidup
·
Pengembangan
SDM pengelolaan lingkungan hidup.
Pelaksanaan Kewenangan Pemerintah Pusat dan daerah
dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup.
Pemerintah Pusat dalam melakukan
kewenangannya di bidang pengelolaan lingkungan hidup harus mengikuti kebijakan
yang telah diterapkan oleh Menko Wasbangpan dan Menteri Negara Lingkungan
Hidup. Jangan sampai pengurangan kewenangan pemerintah Pusat di bidang
lingkungan hidup tidak bisa mencegah kesalahan pengelolaan lingkungan hidup
demi mengejar Pemasukan APBD khususnya dalam pos Pendapatan Asli Daerah.
Menurut Menteri Negara Lingkungan
Hidup Sonny Keraf, bahwa desentralisasi adalah mendelegasikan secara bertahap
wewenang pemerintah pusat kepada pemda dalam pelaksanaan pengelolaan sumber
daya alam secara selektif. Dalam penerapan desentralisasi itu, menurut Sonny
harus tercakup pula pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem
tetap terjaga dan lestari. Dengan demikian, kendati desentralisasi ala
Indonesia tersebut pada awalnya merupakan reaksi politik untuk mempertahankan
stabilitas dan integritas teritorial, namun paradigma otonomi demi
kesejahteraan masyarakat lokal tetap bisa diwujudkan tanpa merusak kualitas
lingkungan hidup setempat.
Permasalahan yang dihadapi oleh
Pemerintah Daerah sekarang adalah Pemerintahan daerah harus meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah mereka untuk memenuhi target APBD (Anggaran Penerimaan
dan Belanja Daerah) sehingga jalan termudah untuk memenuhi itu semua adalah
mengeksploitasi kembali lingkungan hidup karena cara tersebut adalah cara yang
biasa dilakukan pemerintah pusat untuk memenuhi APBN, dan cara ini akan terus
dilakukan oleh Pemerintah daerah dengan baik.
Sehingga jika waktu yang lalu
pemusatan eksploitasi lingkungan hidup hanya di daerah-daerah tertentu seperti
Daerah Istimewa Aceh, Riau, Irian Jaya/ Papua, Kalimantan dan sebagian Proponsi
di Pulau Jawa maka sekarang semua Pemerintah daerah di Indonesia akan mengekspoitasi
lingkungan hidup sebesar-besarnya untuk memenuhi target APBD untuk
daerah-daerah yang mempunyai sumber kekayaan lingkungan hidup yang besar,
sehingga akan dapat terbayang semua daerah kota dan kabupaten di Indonesia akan
melakukan eksploitasi lingkungan hidup secara besar-besaran.
Karena desentralisasi dalam UU No 22
tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dipunyai oleh daerah kota dan kabupaten.
Permasalahan yang timbul adalah
antisipasi dari pemerintah pusat sebagai pemegan kewenangan tertinggi dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Karena seperti kita ketahui kewenangan Pemerintah
Pusat adalah:
·
Perencanaan
nasional dan pengendalian pembangunan secara makro;
·
Dana
perimbangan keuangan seperti menetapkan dan alokasi khusus untuk mengelola
lingkungan hidup;
·
Sistem
administrasi negara seperti menetapkan sistem informasi dan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup;
·
Lembaga
perekonomian negara seperti menetapkan kebijakan usaha di bidang lingkungan
hidup;
·
Pembinaan
dan pemberdayaan sumber daya manusia;
·
Teknologi tinggi
strategi seperti menetapkan kebijakan dalam pemanfaatan teknologi strategi
tinggi yang menimbulkan dampak;
·
Konservasi
seperti menetapkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup kawasan konservasi
antar propinsi dan antar negara;
·
Standarisasi
nasional;
·
Pelaksanaan
kewenangan tertentu seperti pengelolaan lingkungan dalam pemanfaatan sumber
daya alam lintas batas propinsi dan negara, rekomendasi laboratorium lingkungan
dsb.
Seperti dijelaskan diatas maka
kewenangan pemerintah pusat dalam melaksanakan otonomi daerah sangatlah penting
dalam lingkungan hidup. Sehingga jika terjadi berbagai permaslahan yang timbul
pemerintahan pusat harus menanganinya secara baik karena pemrintah pusat masih
mempunyai kewenangan untuk mengadakan berbagi evaluasi kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah dapat menjalankan
kewenanganya secara proporsional dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup.
D. Menganalisa
Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah
Kewenangan yang diberikan pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan tidak bisa
dijadikan suatu kesempatan untuk mengeksploitasi lingkungan sehingga lingkungan
menjadi rusak dan tidak bisa dipergunakan lagi bagi kelangsungan bangsa ini dan
hal ini dilakukan hanya untuk mengejar Anggaran dan Pendapatan dan Belanja
Daerah sehingga hanya untuk hal yang jangka pendek investasi jangka panjang
dikuras habis.
Jika dilihat Kewenangan Pemerintah
Pusat juga besar dalam hal ini sehingga perlu diberdayakan peran pemerintah
dalam pengelolaan lingkungan dan juga fungsi dari pemerintah sebagai suatu
instansi pengawas jika terjadi pengelolaan lingkungan yang tidak baik pad
pemerintah daerah. Dalam hal ini perlu dikaji kembali berbagai kebijakan yang
ada pada pemerintah Daerah sehingga tidak ada kebijkan-kebijakan yang berupa
peraturan daerah yang merugikan lingkungan dan tidak memperhatikan keadaan
masyarakat.
Oppenheim mengatkan dalam Nederlands
Gemeenterecht bahwa:
“ Kebebasan bagian-bagin Negara sama
sekali tidak boleh berakhir dengan kehancuran hubungan negara. Di dalam
pengawasan tertinggi letaknya jaminan, bahwa selalu terdapat keserasian anatara
pelaksanaan bebas dari tugas Pemerintah Daerah dan kebebasan pelaksanaan tugas
Tugas Negara oleh Penguasa negara itu.
Van Kempen juga menulis dalam
“Inleiding tot het Nederlandsch Indisch Gemeenterecht” bahwa otonomi mempunyai
arti lain daripada kedaulatan( souvereniteit), yang merupakan atribut dari
negara, akan tetapi tidak pernah merupakan atribut dari bagian- bagiannya
seperti Gemeente, Provincie dan sebagainya, yang hanya dapat memiliki hak-hak
yang berasal dari negara, bagaian-bagaian mana justru sebagai bagian-bagian
dapat berdiri sendiri( zelfstandig) akan tetapi tidak mungkin dapat dianggap merdeka(
onafhnjelijk), lepas dari, ataupun sejajar dengan negara.
Dapatlah ditambahkan, bahwa
pengawasan itu dimaksudkan pula agar daerah selalu melakukan kebijkannya dengan
sebaik-baiknya sehingga produk kebijakan berupa peraturan daerah tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berada diatasnya.
Hal ini juga memerlukan peran
penting dan koordinasi yang baik antara Meteri NegaraLingkungan Hidup denga
aparat Pemerintahan Daerah sehinggdapat terjalinnya kerjasama yang baik antara
pusat dan daerah dalam pengelolaan lingkungan.
Pengawasan oleh Pemerintah Pusat
dapat dibenarkan untuk membangun negara Indonesia karena Pemerintah Pusat yang
bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap penyelenggaraan Pemerintah Negara
dan Daerah.
Pengawasan terhadap segala tindakan
Pemerintah Daerah termasuk juga Keputusan-keputusan Kepala Daerah terutama
Peraturan-peraturan Daerah yang ada dapat diawasi, jika menilik sifatnya bentuk
pengawasan bisa dibagi dalam:
1.
Pengawasan
preventif
2.
Pengawasan
represif
3.
Pengawasan
umum
Dan pemerintah Pusat juga harus
diawasi oleh lembaga negara yang lain terutama lembaga perwakilan yang
fungsinya berupa pengawasan, karena Pemrintah Pusat juga mempunyai kebijakan
yang menyangkut pengelolaan lingkungan.
Sistem Pemerintahan Indonesia _Pemerintah Desa di Indonesia_
Semester 1
PEMERINTAH DESA di INDONESIA
Sejak tahun 1906 hingga 1 Desember
1979 Pemerintahan Desa di Indonesia diatur oleh perundang-undangan yang dibuat
oleh penjajah Belanda. Sebenarnya pada tahun 1965 tentang Desapraja yang
menggantikan perundang-undangan yang dibuat oleh Belanda yang disebut
Inlandsche Gemeente Ordonnatie (IGO) dan Inlandsche Gemeente Ordonnantie
Buitengewesten (IGOB). Tetapi dengan keluarnya UU Nomor 6 Tahun 1969 yang
menyatakan tidak berlaku lagi dan perturan pemerintah pengganti undang-undang
tersebut masih berlaku hingga terbentuknya undang undang yang baru yang
mengatur tentang Pemerintahan Desa[1].
Sebelum lahirnya UU Nomor
5 Tahun 1979 Pemerintah desa diatur dengan :[2]
a. Indlandsche
Gemeente Ordonnatic yang berlaku untuk Jawa dan Madura (Staatsblad 1936 Nomor
83).
b. Indlandsche
Gemeente Ordonnantie Buitengewesten yang berlaku untuk luar Jawa dan Madura
(Staatsblad 1983 No 490 juncto Staatsblad 1938 No 81).
c. Indische
Staatsregeling (IS) pasal 128 ialah landasan peraturan yang menyatakan tentang
wewenangwarga masyarakat desa untuk memilih sendiri kepala desayang disukai
sesuai masing-masing adat kebiasaan setempat.
d. Herzien
Indonesisch Reglement (HIR) dan Reglemen Indonesia Baru (RIB) isinya mengenai
Peraturan tentang Hukum Acara Perdata dan Pidana Pada Pengadilan-pengadilan
Negeri di Jawa dan Madura.
e. Sesudah
kemerdekaan peraturan-peraturan tersebut pelaksanaannya harus berpedoman pada
Pancasila dan UUD 11945 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan
Daerah, Keputusan Rembuk Desa dan sebagainya.
Memang sebelum
dikeluarkan UU Nomor 5 Tahun 1979 maka tidak ada peraturan Pemerintah Desa yang
seragam di seluruh Indonesia, misalnya ada yang berlaku di Pulau Jawa dan
Madura, dan ada pula yang berlaku di luar Pulau Jawa dan Madura. Hal ini kurang
memberikan dorongan kepada masyarakat untuk dapat tumbuh dan berkembang kearah
kemajuan yang dinamis. Sulit memelihara kesatuan dan persatuan nasional, sulit
memelihara integritas nasional yang bersifat terbuka terhadap pembangunan.[3]
Dengan
ditetapkannya UU Nomor 5 Tahun 1979 ini dapat diharapkan bahwa pelaksanaan
Pemerintah Desa dan Pembangunan di Daerah akan berjalah lebih lancar dan
efektif, berdayaguna dan berhasil guna[4].
Desa dibentuk
dengan memperhatikan syarat-syarat luas wilayahnya, jumlah penduduk dan
syarat-syarat lain yang akan ditentukan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri. Pembentukan nama, batas, dan kewenangan, hak dan kewajiban Desa
ditetapkan dan diatur dengan peraturan daerah sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Peraturan Daerah yang dimaksud baru
berlaku sesudah ada pengesahan dari pejabat yang berwenang. Ketentuan tentang
pemecahan, penyatuan, dan penghapusan desa diatur dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri.
Adapun
syarat-syarat pembentukan, pemecahan, penyauan, dan penghapusan desa dalam
undang-undang ini akan ditentukan lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri,
sedang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Daerah yang baru sesudah ada
pengesahan dari pejabat yang berwenang.
Peraturan
Menteri Dalam Negeri dimaksud ditetapkan dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1.
faktor manusia/jumlah penduduk, faktor
alam, faktor letak, dan faktor sosial budaya termasuk adat istiadat;
2.
faktor-faktor objektif lainnya seperti
enguasaan wilayah, keseimbangan antara organisasi dan luas wilayah dan
pelayanan;
3.
dan lain sebagainya
3.2. Pemerintah Desa
Pemerintah desa di Indonesia terdiri atas[5] :
1. Pemerintah Desa terdiri atas :
a. Kepala
Desa
b. Lembaga
Musyawarah Desa
2. Pemerintah
Desa dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Perangkat Desa
3. Perangkat
Desa terdiri atas :
a. Sekretariat
Desa
b. Kepala-kepala
Dusun
4. Susunan
organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa dan Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan peraturan daerah sesuai
dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Sedangkan pedoman
Menteri Dalam Negeri mengenai susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa
termaksud mengatur hal-hal sebagai berikut :
a. Kedudukan,
tugas, dan fungsi Kepala Desa;
b. Susunan
organisasi;
c. Tata
kerja;
d. Dan
lain sebagainya, dengan mengindahkan adat istiada yang berkembang dan berlaku
setempat
5. Peraturan
Daerah yang dimaksud dalam ayat (4) baru berlaku sesudah ada pengesahan dari
pejabat yang berwenang.
3.2.1. Kepala Desa
Kepala desa menjalankan hak,
wewenang, dan kewajiban pemerintahan desa, yaitu menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dan merupakan penyelenggara dan penanggung jawab utamadi
bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dalam rangka
penyelenggaraan urusan pemerintahan desa[6].
Dalam rangka mengembangkan dan menumbuhkan jiwa gotong royong masyarakat desa,
kepala desa antara lain melakukan usaha pemantapan koordinasi melalui Lembaga
Sosial Desa, Rukun Tetangga, Rukun Warga, dan lembaga kemasyarakatan lainnya.
Berikut
adalah tugas, wewenang, hak, kewajiban dan
1. Tugas
kepala desa :
Kepala Desa bertugas
menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.[7]
2. Wewenang
Kepala Desa :
Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berwenang:
a. memimpin
penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. mengangkat dan
memberhentikan perangkat Desa;
c. memegang kekuasaan
pengelolaan Keuangan dan Aset Desa;
d. menetapkan Peraturan
Desa;
e. menetapkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa;
f. membina kehidupan
masyarakat Desa;
g. membina ketenteraman
dan ketertiban masyarakat Desa;
h. membina dan
meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai
perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;
i. mengembangkan sumber
pendapatan Desa;
j. mengusulkan dan
menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa;
k. mengembangkan
kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;
l. memanfaatkan
teknologi tepat guna;
m. mengoordinasikan
Pembangunan Desa secara partisipatif;
n. mewakili Desa di
dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
o. melaksanakan
wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[8]
3. Hak Kepala Desa :
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berhak:
a.
mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa;
b.
mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;
c.
menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang
sah, serta mendapat jaminan kesehatan;
d.
mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan
e.
memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat
Desa.[9]
4. Kewajiban Kepala Desa :
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa
berkewajiban:
a.
memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
b.
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
c.
memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
d.
menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan;
e.
melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;
f.
melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan,
profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan
nepotisme;
g.
menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa;
h.
menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik;
i.
mengelola Keuangan dan Aset Desa;
j.
melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa;
k.
menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa;
l.
mengembangkan perekonomian masyarakat Desa;
m.
membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
n.
memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa;
o.
mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan
p.
memberikan informasi kepada masyarakat Desa.[10]
3.2.2 Lembaga
Masyarakat Desa
Sebagai
perwujudan dari Demokrasi Pancasila dalam pemerintahan Desa terlihat dari
adanya Lembaga Musyawarah Desa yang merupakan wadah dan penyalur pendapat
masyarakat di Desa. Permusyawaratan yang dilakukan oleh Lembaga Musyawarah Desa
adalah bersifat msyawarah untuk mufakat. Bermusyawarah dengan sifat yang
demikian adalah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi Pancasila. Keputusan
yang diambil oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dan mempunyai akibat
pembebanan terhadap masyarakat harus dimusyawarahkan dengan Lembaga Musyawarah
Desa[11].
Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014, tidak disebutkan mengenai Lembaga Musyawarah Desa,
melainkan mengenai Badan Permusyawaratan Desa. Badan Permusyawaratan Desa
mempunyai fungsi:
a.
membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
b.
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
c.
melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.[12]
3.2.3. Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa
Di
Desa juga dikenal pula suatu Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD)[13].
Pada tanggal 31 Maret 1980 telah dikeluarkan keputusan Presiden Nomor 28 Tahun
1980 tentang Penyempurnaan dan Peningkatan Funsi Lembaga Sosial Desa Menjadi
Lembaga Ketahanan Mayarakat Desa. Dalam Keputusan Presiden, Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa adalah lembaga masyarakat di desa atau kelurahan yang tumbuh
dari, oleh, dan untuk masyarakat, dan merupakan wahana partisipasi masyarakat
dalam pembangunan yang memadukan pelaksanaan pelbagai kegiatan Pemerintah dan
prakarsa serta swadaya gotong royong masyarakat dalam segala aspek kehidupan
dan penghidupan dalam rangka mewujudkan Ketahanan Nasional, yang meliputi
aspek-aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama, dan pertahanan
keamanan.
Tugas
pokok Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa adalah membantu Pemerintah Desa atau
Kelurahan dalam :
a. merencanakan
pembangunan yang didasarkan atas asas musyawarah;
b. menggerakkan
dan meningkatkan prakarsa dan partisipasi masyarakat yang berasal dari berbagai
kegiatan pemerintah maupun swadaya gotong royong masyarakat;
c. menumbuhkan
kondisi dinamis masyarakat untuk mengembangkan ketahanan di desa atau
kelurahan.
Dalam
melaksanakan tugas pokok tersebut di atas, Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
mempunyai fungsi :
a.
sebagai wadah partisipasi masyarakat
dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan;
b.
menanamkan pengertuan kesadaran dan
penghayatan dan pengamalan Pancasila;
c.
menggali, memanfaatkan potensi, dan
menggerakkan swadaya gotong royong masyarakat untuk pembangunan;
d.
sebagai sarana komunikasi antara
Pemerintah dan masyarakat serta antarwarga masyarakat itu sendiri;
e.
meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan masyarakat;
f.
membina dan menggerakkan potensi pemuda
untuk pembangunan;
g.
meningkatkan peranan wanita dalam
mewujudkan keluarga sejahtera;
h.
membina kerjasama antarlembaga yang ada
dalam masyarakat untuk pembangunan;
i.
melaksanakan tugas-tugas dalam rangka
membantu Pemerintah Desa atau Kelurahan untuk menciptakan ketahanan yang
mantap.
3.3. Perangkat Desa
3.3.1. Sekretariat Desa
Sekretariat
desa adalah unsur staf yang membantu Kepala Desa dalam menjalankan hak,
kewajiban, dan wewenang pimpinan pemerintahan Desa.
Sekretariat
Desa terdiri atas :
a. Sekretariat
desa;
b. Kepala-kepala
Urusan
Sekretariat
desa diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota madya Kepala Daerah
Tingkat II setelah mendengar pertimbangan Camat atas usul Kepala Desa sesudah
mendengar pertimbangan Lembaga Musyawarah Desa.
Apabila
kepala desa berhalangan maka sekretaris desa menjalankan tugas dan wewenang
kepala desa sehari-hari. Berdasarkan pertimbangan bahwa Sekretaris Desa sebagai
Kepala Sekretariat adalah lebih banyak mengetahui urusan-urusan pemerintah desa
dibandingkan dengan perangkat desa lainnya, maka dalam hal kepala desa
berhalangan menjalankan tugasnya,sekretaris desa ditetapkan untuk mewakilinya.
Kepala
– kepala Urusan diangkat dan iberhentikan oleh camat atas nama
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atas usul Kepala Desa.
Syarat-syarat pengangkatan dan pemberhentian sekretaris desa dan kepala-kepala
urusan diatur dalam Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh
Menteri Dalam Negeri. Pedoman Menteri dalam Negeri tentang syarat-syarat
pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Desa dan Kepala – Kepala Urusan
mengatur hal- hal sebagai berikut :
a) syarat
– syarat calon;
b) tata
cara pengangkatan;
c) pemberhentian;
d) dan
lain sebagainya. [14]
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa peran Sekretaris Desa diantaranya :
a. membantu
Kepala Desa dalam memimpin sekretariat desa,
b. menjalankan
adminstrasi pemerintahan, administrasi pembangunan desa, dan kemasyarakatan
serta memberikan pelayanan administratif kepada Kepala Desa[15]
3.3.2. Kepala Dusun
Untuk
memperlancar jalannya pemerintahan desa, di dalam desa dibentuk dusun yang
dikepalai oleh Kepala Dusun sesuai dengan pedomah yang ditetapkan oleh Menteri
Dalam Negeri. Pedoman Menteri Dalam Negeri mengenai pembentukan Dusun dalam
Desa ditetapkan dengan memperhatikan hal-hal berikut :
1.
faktor manusia/jumlah penduduk, faktor
alam, faktor letak, dan faktor sosial budaya termasuk adat istiadat;
2.
faktor-faktor objektif lainnya seperti
enguasaan wilayah, keseimbangan antara organisasi dan luas wilayah dan
pelayanan;
3.
dan lain sebagainya
Kepala
Dusun adalah unsur pelaksana tugas Kepala Desa dengan wilayah kerja tertentu.
Kepala Dusun diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas nama Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II atas usul Kepala Desa. Syarat-syarat pengangkatan dan
pemberhentian kepala Dusun diatur dalam Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman
yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Pedoman Menteri Dalam Negeri tentang
syarat-syarat pengangkatan dan pemberhentian Kepala-Kepala Dusun mengatur
hal-hal sebagai berikut :
a) syarat-syarat
calon;
b) tata
cara pengangkatan dan pemberhentian;
c) dan
lain sebagainya.[16]
Tugas Kepala Dusun
:
1. membantu pelaksanaan tugas kepala desa dalam wilayah kerjanya
2. melakukan pembinaan dalam rangka meningkatkan swadaya dan gotong royong masyarakat
3. melakukan kegiatan penerangan tentang program pemerintah kepada masyarakat
4. membantu kepala desa dalam pembinaan dan mengkoordinasikan kegiatan rw dan rt diwilayah kerjanya
5. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala desa
1. membantu pelaksanaan tugas kepala desa dalam wilayah kerjanya
2. melakukan pembinaan dalam rangka meningkatkan swadaya dan gotong royong masyarakat
3. melakukan kegiatan penerangan tentang program pemerintah kepada masyarakat
4. membantu kepala desa dalam pembinaan dan mengkoordinasikan kegiatan rw dan rt diwilayah kerjanya
5. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala desa
Fungsi Kepala
Dusun :
1. Melakukan koordinasi terhadap jalannya pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan masyarakat diwilayah dusun
2. Melakukan tugas dibidang pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan yang menjadi tanggung jawabnya
3. Melakukan usaha dalam rangka meningkatkan partisipasi dan swadaya gotong royong masyarakat dan melakukan pembinaan perekonomian
4. Melakukan kegiatan dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan ketrentaman dan ketertiban masyarakat
5. Melakukan fungsi-fungsi lain yang dilimpahkan oleh kepala desa
1. Melakukan koordinasi terhadap jalannya pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan masyarakat diwilayah dusun
2. Melakukan tugas dibidang pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan yang menjadi tanggung jawabnya
3. Melakukan usaha dalam rangka meningkatkan partisipasi dan swadaya gotong royong masyarakat dan melakukan pembinaan perekonomian
4. Melakukan kegiatan dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan ketrentaman dan ketertiban masyarakat
5. Melakukan fungsi-fungsi lain yang dilimpahkan oleh kepala desa
[1] Daeng
Sudirwo. Pembahasan Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan Pemerintahan Desa.
Bandung : Penerbit Angkasa, 1985 hlm.41.
[2] Daeng
Sudirwo, Loc.cit.
[3] Ibid., hlm.42.
[4]
A.W.Widjaja. Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa Menurut Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1979. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 1996 hlm. 18.
[5] Menurut
UU Nomor 5 Tahun 1979 Pasal 3
[6]
C.S.T.Kansil.Desa Kita Dalam Peraturan Tata Pemerintahan Desa. Jakarta : Ghalia
Indonesia. 1988. Hlm.45.
[7] Menurut
UU Nomor 6 Tahun 2014 Bagian Kedua tentang Kepala Desa Pasal 26 ayat (1)
[8] Menurut
UU Nomor 6 Tahun 2014 Bagian Kedua tentang Kepala Desa Pasal 26 ayat (2)
[9] Menurut
UU Nomor 6 Tahun 2014 Bagian Kedua tentang Kepala Desa Pasal 26 ayat (3)
[10] Menurut
UU Nomor 6 Tahun 2014 Bagian Kedua tentang Kepala Desa Pasal 26 ayat (4)
[11]
C.S.T.Kansil.Desa Kita Dalam Peraturan Tata Pemerintahan Desa. Jakarta : Ghalia
Indonesia. 1988. Hlm.34.
[12] Menurut
UU Nomor 6 Tahun 2014 Bagian Ketujuh tentang Badan Permusyawaratan Desa pasal
(55)
[13]
C.S.T.Kansil.Desa Kita Dalam Peraturan Tata Pemerintahan Desa. Jakarta : Ghalia
Indonesia. 1988. Hlm.49-51.
[14]
C.S.T.Kansil.Desa Kita Dalam Peraturan Tata Pemerintahan Desa. Jakarta : Ghalia
Indonesia. 1988. Hlm.47-48.
[15]
Drs.G.Kartasapoetra, dkk. Desa dan Daerah dengan Tata Pemerintahannya. Jakarta
: Bina Aksara. 1986. Hlm.53.
[16]
C.S.T.Kansil.Desa Kita Dalam Peraturan Tata Pemerintahan Desa. Jakarta : Ghalia
Indonesia. 1988. Hlm.48.
Langganan:
Postingan (Atom)